JAKARTA (INDONESIAKOMA.COM) –
Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Budaya Betawi (YASBI) selenggarakan diskusi publik bertajuk “Mendengar Jeritan Hati Seniman Betawi” yang digelar di Cagar Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan, Senin (30/06/2025).
Dalam sambutannya, ketua penyelenggara Jalih Pitoeng mengungkapkan bahwa acara tersebut sebagai bentuk keprihatinan terhadap nasib para pelaku seni dan budaya Betawi yang terzolimi karena uangnya di korupsi.
Dibuka dengan semarak penampilan Tari Burung Raja Udang, Palang Pintu, Gambang Kromong, Silat Betawi, hingga Band Betawi, acara tersebut menjadi ajang refleksi sekaligus seruan untuk memperkuat komitmen pelestarian budaya lokal di tengah arus modernisasi.
Diskusi publik ini juga menghadirkan beragam tokoh dari berbagai latar belakang, mulai dari para pegiat seni budaya, tokoh masyarakat dan jawara, budayawan, akademisi, legislator, hingga perwakilan ormas keagamaan.
Jalih Pitoeng, Ketua Umum YASBI sekaligus aktivis pegiat anti-korupsi, memandu diskusi sebagai moderator.
“Kami ingin suara seniman Betawi benar-benar didengar oleh bapaknya, dalam hal ini dinas kebudayaan. Jadi mereka bukan hanya sekedar seremonial belaka,” ungkap Jalih Pitoeng dalam pembukaannya, Senin (30/06/2025).
“Saya hanya membuka gerbang perjuangan bagi para pegiat seni budaya Betawi agar mereka sadar bahwa uang mereka telah dikorupsi,’ lanjutnya menjelaskan.
“Oleh karena itu, saya ingin akan lahir Pitoeng-Pitoeng muda untuk melanjutkan perjuangan ini,” katanya menandaskan.
Sebelumnya, Aktivis Betawi yang dikenal lantang dan kritis ini juga mengajak para generasi muda untuk mempertahankan, mengembangkan sekaligus mempromosikan seni budaya Betawi ke kancah internasional.
“Dalam rangka memperingati 498 kota Jakarta yang akan menjadi kota dunia dan berbudaya, maka harapan kita adalah agar para generasi muda mampu mempertahankan, mengembangkan serta mempromosikan seni budaya Betawi ke kancah internasional,” pinta Jalih Pitoeng melanjutkan.
“Apalagi saat ini, diera digitalisasi dan globalisasi dimana batas dunia hanya berada diujung jari,” imbuhnya mengingatkan.
“Apa yang kita lakukan disini saat ini bisa disaksikan dibelahan dunia lainnya. Begitu juga sebaliknya. Anak-anak kita lebih mencintai K-Pop ketimbang Gambang Kromong. Mereka lebih menyukai salad ketimbang gado-gado misalnya misalnya,” Jalih Pitoeng mengingatkan.
Dalam pidatonya yang penuh semangat, ketua umum YASBI sekaligus ketua umum FORMASI (Forum Aliansi Masyarakat Anti Korupsi) ini juga menyinggung tentang pentingnya kerjasama dalam memelihara dan membangun budaya.
“Kita tidak bisa bekerja sendirian,” imbuh Jalih Pitoeng.
“Oleh karena itu kita butuh kerjasama dan sama-sama kerja,” tegasnya.
“Oleh karena itu, dalam kesempatan yang singkat ini, saya ingin mengkonfirmasi tentang adanya isyu-isyu miring dan spekulasi negatif tentang adanya pendapat, anggapan dan tuduhan bahwa kehadiran YASBI bukan sebagai kompetitor atau pesaing bagi lembaga yang telah ada, tapi menjadi mitra,” Jalih Pitoeng menjelaskan.
“Baik kepada para pegiat seni budaya, kepada pemerintah dalam hal ini dinas kebudayaan maupun terhadap lembaga yang telah ada seperti LKB misalnya,” lanjut Jalih Pitoeng menegaskan.
“Bahkan saya sudah sering berkoordinasi dengan bang Haji Becky Mardani tentang kerjasama dan berbagi peran dalam memajukan budaya Betawi,” lanjutnya.
“Hari inipun beliau sangat ingin hadir kesini. Namun karena ada acara yang bersamaan di Cibubur yang telah lama teragendakan, maka beliau hanya menitip salam buat kita semua,” kata Jalih Pitoeng.
Menurut Jalih Pitoeng, YASBI yang dilahirkan dari rahim FORMASI yang berdarah-darah bahkan Caesar, bahwa YASBI memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pelestarian dan pengembangan seni budaya Betawi.
“YASBI ini terlahir dari rahim ibu kandungnya yaitu FORMASI,” kata Jalih Pitoeng.
“Kami FORMASI bersama pak Fuji Surono yang juga dibantu oleh bang Ubay dan kawan-kawan, bukanlah hal yang mudah untuk mengungkap dugaan korupsi ratusan miliar di dinas kebudayaan DKI Jakarta,” kata Jalih Pitoeng.
“Karena belasan tahun pristiwa ini belum pernah terjadi,” ungkapnya.
“Jadi terungkapnya kasus dugaan korupsi ratusan miliar dinas kebudayaan ini bukan karena saya bang Jalih Pitoeng hebat. Bukan pula bang Ubay hebat,” sambungnya menjelaskan.
“Tapi ini merupakan hasil dari kerjasama secara kolektif kolegial,” imbuhnya.
“Terutama pak Fuji. Seorang ASN yang memiliki kepedulian tinggi terhadap seni budaya Betawi,” kata Jalih Pitoeng menandaskan.
“Beliaulah yang mensuplai data dan dokumen yang sangat dibutuhkan dalam rangkap pengungkapan adanya korupsi dan manipulasi yang terstruktur di dinas kebudayaan DKI Jakarta,” Jalih Pitoeng menandaskan.
“Jadi semua ini semata hanya karena Allah SWT,” tegasnya seraya mengutip salah satu ayat Al-Qur’an surat Muhammad.
“Sehingga, jika ada pendapat dan tuduhan bahwa saya mencari panggung, mencari keuntungan recehan, itu adalah asumsi yang sangat keliru,” tegasnya.
“Panggung saya sudah selesai. Tahun 2019 dimana saya dituduh sebagai otak perencana penggagalan pelantikan presiden dan saya dipenjara,” kenang Jalih Pitoeng.
“Saya hanya ingin mengabdikan diri kepada bangsa ini yaitu bangsa Betawi,” ungkapnya.
“Tak lupa dalam kesempatan yang berbahagia ini kita juga mengucapkan terimakasih kepada pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang telah mendukung pengungkapan korupsi di dinas kebudayaan ini,” ungkap Jalih Pitoeng.
“Kemudian, kami juga mengucapkan terimakasih kepada Dinas kebudayaan DKI Jakarta, baik bidang pembinaan maupun bidang pemanfaatan serta kami ucapkan terimakasih pula kepada pihak UPK Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan yang telah memberikan apresiasi kepada kita sekaligus mendukung acara ini,” kata Jalih Pitoeng memaparkan.
“Semua ini atas bantuan dinas kebudayaan. Jika tidak, kita tidak akan berkumpul disini,” sambungnya menegaskan.
“Oleh karena itu, perlu saya tegaskan bahwa acara ini adalah dari kita, oleh kita, untuk kita dan bukan dari atau untuk yang lain,” tegasnya.
Sebagai salah satu penggagas, Jalih Pitoeng juga menegaskan bahwa YASBI bukan organisasi pengemis, pemeras apalagi penjilat.
“YASBI dibangun tidak dalam orientasi mengemis atau memeras,” ungkapnya tegas dan lantang.
“Perlu saya tegaskan, bahwa saya Jalih Pitoeng bukan tipikal orang yang gebrak meja pejabat lalu pulang bawa berkat,” Jalih Pitoeng menegaskan dengan suara menggema.
“YASBI dibangun untuk melakukan upaya dan tindakan-tindakan korektif terhadap pristiwa koruptif dan manipulatif,” sambungnya.
“Tapi YASBI dibangun dengan tujuan yang luhur dan mulia dalam menjaga, memelihara dan melestarikan budaya Betawi secara kooperatif dan konstruktif,” tegasnya melanjutkan.
“YASBI juga dibangun bukan dengan orientasi mengemis atau mendapatkan dana hibah. Tapi YASBI dibangun untuk berperan aktif memberikan ide dan gagasan serta merumuskan formulasi tentang peta jalan dinas kebudayaan termasuk mengusulkan anggaran pelatihan dan pemberian penghargaan terhadap para guru-guru silat dan para pelatih kesenian tradisi Betawi,” lanjutnya menegaskan.
Jalih Pitoeng yang merupakan kerabat dari sang maestro silat tradisi Beksi kong haji Hasbullah inipun menegaskan bahwa dirinya sangat mencintai silat tradisi Beksi.
“Karena saya sangat mencintai budaya Betawi terutama silat tradisi Beksi,” Jalih Pitoeng menegaskan.
Sedangkan salah satu anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Kebangkitan Bangsa yang merupakan salah satu Nara sumber dalam diskusi tersebut, Yusuf Sahid, mengangkat satu isu utama yang mengemuka tentang persoalan anggaran kebudayaan.
Anggota DPRD DKI Jakarta kelahiran tanah Betawi ini menyoroti lemahnya pengawasan terhadap penyusunan anggaran kebudayaan.
“Selama ini program pelestarian budaya Betawi lebih banyak bersifat simbolis. Kami mendorong transparansi dan peningkatan alokasi yang benar-benar menyentuh kebutuhan komunitas seni,” ungkap Yusuf.
Kritik ini diamini para pelaku budaya yang hadir, termasuk sutradara teater dari Sanggar Betawi, Anto Ristargie, yang mengaku sering mengalami kesulitan dalam memproduksi karya lantaran terbatasnya dukungan logistik.
Penampilan teatrikal yang diberi judul “Garong” merupakan ekspresi dari kekecewaan dari para pegiat seni budaya di Jakarta.
Penampilan teater Cermin yang sangat ekspresif dalam mengemas ketikan dalam konsep seni teater inipun disambut meriah oleh semua yang hadir. Terutama bagi para pegiat seni budaya yang terzolimi akibat anggarannya dikorupsi.
KH. Luthfi Hakim, MA, yang hadir sebagai narasumber dalam kapasitasnya sebagai Wakil Ketua PWNU DKI Jakarta, menyampaikan bahwa pentingnya peran lembaga adat dan ulama dalam merawat identitas kebudayaan Betawi yang lekat dengan nilai-nilai keislaman.
“Budaya Betawi lahir dari rahim keagamaan yang kuat. Pelestarian budaya harus berjalan beriringan dengan penguatan karakter spiritual dan moral masyarakat,” ungkapnya.
“Maka didalam mengimplementasikan undang-undang DKJ No. 2 tahun 2024 kita membutuhkan Lembaga Adat,” kata Kiayi yang juga merupakan ketua umum organisasi terbesar di Betawi FBR.
Menurutnya, sudah banyak upaya-upaya yang telah dilakukan sebagai percepatan lahirnya Perda atau Pergub tentang Lembaga Adat Betawi.
“Kita saat ini, sudah banyak dukungan dari beberapa daerah dari para pemangku adat,” ungkap kiayi yang dikenal sangat merakyat ini.
“Kita sudah mendapat dukungan yang terus mengalir. Mulai dari Batam, Riau, Aceh bahkan dari Yogyakarta,” kata Kiayi Lutfi dengan penuh semangat.
“Artinya, bahwa kehadiran Lembaga adat Betawi ini adalah sebuah keniscayaan,” imbuhnya.
“Cuman kan yang banyak yang pada kagak ngarti. Jadi pada ngeributin soal ini,” celetuk nya.
“Apa yang mau diributin. Orang lembaga adatnya aja belon dibentuk. Jadi kita ngeributin pepesan kosong,” sindirnya.
Salah satu Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra, yang juga merupakan salah satu narasumber dalam diskusi publik tersebut mendorong agar para pegiat seni budaya Betawi dilibatkan aktif dalam perumusan kebijakan publik, tidak hanya sebagai pelaksana hiburan semata.
“Sudah saatnya seniman menjadi subjek, bukan objek. Mereka harus menjadi bagian dari keputusan, bukan hanya pelengkap seremoni,” kata Yahya menegaskan.
Sementara tokoh jawara Betawi HK. Damin Sada yang hadir sejak pagi dalam diskusi tersebut sangat menyesalkan telah terjadinya korupsi di dinas kebudayaan tersebut.
“Saya sudah bilang dari lima tahun lalu soal kekacauan dan korupsi ini,” ungkap ketua umum JAJAKA.
“Makanya, Kadis itu stampelnya cukup satu,” sindirnya.
“Ini kan udah jadi kadis juga, tapi jadi EO juga,” sindirnya tegas.
“Makanya kedepan nanti, para sanggar atau pegiat seni budaya harus menyelenggarakan acara sendiri,” pinta Damin Sada.
“Supaya dapat bayarannya langsung dari dinas. Kagak dipotong-potong kayak yang udah-udah,” Damin Sada mengingatkan.
Jawara Betawi sekaligus pendiri dan ketua umum JAJAKA (Jawara Jaga Kampung) ini juga menyesalkan banyaknyanya pejabat Betawi yang lupa diri.
“Terus juga orang Betawi kalo udah diatas lupa,” sambungnya mengingatkan.
“Kalo belon jadi pejabat ngomongnya gua orang Betawi. Saya orang Betawi nih. Itu kalo mau jadi pejabat,” kata Damin kesal.
“Tapi pas udah diatas lupa daratan. Kagak ingat sama saudaranya,” sindir Damin Sada.
“Makanya, nih ada bang Yahya nih budayawan Betawi. Saya mau tanya itu budaya apa kebiasaan?,” Damin Sada melempar tanya.
“Itu bukan kebudayaan. Tapi kebiasaan jelek buang itu,” pungkasnya.
Diskusi yang dihadiri oleh tokoh-tokoh Betawi dan para guru silat tradisi seperti HK. Damin Sada (Ketua umum JAJAKA), Beim Benyamin (ketua umum MANTAB, pelukis Betawi ternama Iwan Noeswan, Babe Sholeh (anak sekaligus pewaris silat tradisi Beksi Haji Hasbullah), Al Ghozali dan para pengurus YASBI serta Masdjo Arifin dari Lesbumi NU Jakarta ini juga memperkuat legitimasi aspirasi yang disampaikan para seniman Betawi.
Sebagai perwakilan dari Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Puspla menyampaikan komitmen untuk menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan dalam forum tersebut.
“Sebelumnya kami mohon maaf karena pak Kadis tidak bisa hadir kesini. Karena beliau harus mendampingi pak gubernur dalam waktu yang sama,” ungkap Puspla.
“Kami mendengar dan mencatat. Ini bukan sekadar diskusi, tapi landasan untuk tindakan nyata ke depan,” katanya melanjutkan.
“Apa yang tadi disampaikan oleh bang Jalih Pitoeng sudah sangat lengkap,” sambungnya.
“Kami dari dinas kebudayaan khususnya saya sebagai kepala bidang pembinaan, akan mencatat ini semua sebagai output dari diskusi yang sangat bagus ini,” katanya lagi.
Sebagai salah satu penggagas, pendiri sekaligus ketua umum YASBI, Jalih Pitoeng juga berulang-ulang mengatakan bahwa dirinya tidak ingin YASBI terjebak dalam kepentingan politik praktis apalagi terintervensi.
“YASBI ini mutlak sebagai organisasi para pegiat seni budaya Betawi. Oleh karena itu YASBI ini harus menjunjung tinggi independensi dan mandiri,” pinta Jalih Pitoeng.
“Perlu saya tegaskan juga bahwa YASBI tidak berafiliasi kepada ormas atau partai apapun,” pungkasnya menegaskan.